Selasa, 06 Desember 2011

Rajungan Kaleng Pasteurisasi

Tahapan Proses Pengalengan Rajungan
5.1.1      Penerimaan bahan baku (receiving)
Bahan baku diterima sudah dalam keadaan shell off artinya sudah tanpa kulit dan tidak tercemar sehingga PT. Windika Utama menerima bahan baku dalam bentuk dagingnya saja dari para suplier yang tersebar di berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi dll. Hal ini sesuai dengan Badan Standardisasi Nasional (2002), bahwa bahan baku yang digunakan untuk pengolahan rajungan dalam kaleng bahan baku tersebut berasal dari perairan yang tidak tercemar oleh pencemaran kimia, biologi, fisika. Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta membahayakan kesehatan.
 Sedangkan proses perebusan dan pengupasan kulitnya dilakukan oleh suplier. Supplier mengirimkan produk setengah jadi berupa daging rajungan dengan menggunakan toples. Toples tersebut diisi dengan daging rajungan sesuai dengan jenisnya. Pengolahan rajungan setengah jadi di miniplant pertama kali dilakukan oleh PT. Windika Utama dengan cara menugaskan karyawannya untuk membina di bagian miniplant sehingga daging rajungan yang dikirimkan oleh suplier sesuai dengan keinginan perusahaan. Jenis – jenis daging rajungan tersebut antara lain daging jumbo, flower lump, spesial, backfin, dan claw meat. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwaningsih dkk (2005) bahwa macam-macam daging rajungan dibedakan menjadi jumbo, lump meat dan clawmeat sedangkan pecahan jumbo disebut backfin dan pecahan lump meat disebut special.
Daging jumbo merupakan daging terbesar yang berhubungan dengan kaki renang. Daging jumbo terdiri dari tiga macam diantaranya jumbo colossal, jumbo biasa dan jumbo undersize. Daging jumbo colossal adalah daging yang berasal dari ruas dada belakang yang beratnya 10 gram. Daging jumbo biasa adalah daging jumbo yang beratnya 3,5 sampai 9 gram. Sedangkan daging jumbo undersize yaitu small jumbo beratnya dibawah 3 gram.
      
                 a.                                        b.                                               c.
Gambar 8 : Jenis-jenis daging rajungan
(Daging Jumbo (a.), daging claw (b.), daging jumbo (c.))
Sumber : Data Primer (2011)
Lump merupakan daging yang berasal dari 3 ruas dari 4 ruas dada bagian depan. Spesial atau regular, daging yang berasal dari 1 ruas dari 4 ruas dada bagian  belakang atau pecahan dari daging lump. Backfin, daging yang berasal dari pecahan daging jumbo. Claw meat, daging yang berasal dari kaki – kaki rajungan. Bentuk daging rajungan dapat dilihat pada Gambar 8.
Kemudian setelah dipisah – pisahkan menurut asal dan jenis daging selanjutnya dilakukan penimbangan pada penimbangan ini yang dilakukan  adalah menghitung berapa jumlah toples dan jenis daging dari tiap – tiap suplier. Untuk produk jumbo masih dilakukan penyortiran lagi mana yang termasuk undersize (≤ 3,5 gram), jumbo (3,5-9 gram). Hal ini dikarenakan seringkali terjadi produk yang masuk kategori undersize dimasukkan kedalam jumbo. Selain dilakukan penimbangan, pada tahap penerimaan bahan baku juga dilakukan pengecekan suhu  dengan cara mengambil sampel salah satu toples dan termometer ruangan dimasukkan ditengah-tengah daging rajungan. Penghitungan suhu rata-rata daging rajungan yang diterima dari suplier yaitu sebesar 2-40C. Jika suhu pada saat penerimaan bahan baku melebihi 40C, maka pada saat check awal akan ditemukan banyak daging yang di reject. Pengecekan suhu pada tahap penerimaan bahan baku maupun pada tahap lainnya tidak dilkukan setiap hari.
Bahan baku berbentuk daging rajungan yang dikemas dalam plastik  (@ 200-600gr) atau toples dan ditempatkan dalam blong atau tong plastik yang berkapasitas 25 toples (@ ± 1 kg). Selain blong, digunakan juga styrofoam box untuk mengemas toples maupun plastik dari luar daerah. Penyusunan dalam blong ataupun styrofoam box perlu penambahan es dengan perbandingan yang bervariasi antar 1:1 sampai 1:4 tergantung lama pengangkutan untuk mempertahankan mutu bahan baku dan mencegah terjadinya benturan.
       
Gambar 9: Pengepakan Bahan Baku
Sumber : Data Primer (2011)

Kemudian toples – toples tersebut dimasukkan kedalam basket dengan ketentuan es dan toples 1 : 1, untuk mempertahankan mutu produk. Dan apabila bahan baku berlebihan maka akan dilakukan penyimpanan sementara di cold storage dengan ketentuan suhu 0oC. Untuk kemudian diproses keesokan harinya atau pada saat setelah istirahat siang atau lembur.
5.1.2      Check awal
Tahapan check awal bertujuan untuk mengecek terlebih dahulu bahan baku yang diterima agar untuk masuk ke tahapan proses selanjutnya didapatkan daging rajungan yang benar-benar masih dalam keadaan segar sehingga daya tahan daging rajungan dalam kaleng dapat bertahan lama. Hal ini sesuai dengan Badan Standardisasi Nasional (2002) bahwa bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik untuk mengetahui mutunya. QC meneliti bahan baku dari tiap miniplant berdasarkan organoleptiknya, biasanya di PT. Windika Utama dilakukan check awal secara visual dan dicium baunya masih segar atau sudah mengalami kemunduran mutu dan dagingnya masih kompak atau sudah lunak, untuk daging yang sudah lunak (rejeck) maka  akan ditempatkan di basket lain untuk kemudian di jual (bagi pembeli yang telah memesan) dan sisa dari hasil rijek dikembalikan pada supplier pengirim. Pembeli yang memesan biasanya karyawan PT. Windika Utama sendiri, selain itu juga terdapat penduduk sekitar pabrik. Penjualan daging rajungan yang telah rijeck dijual dengan harga 50% dari harga sebenarnya. Sambil menunggu proses selanjutnya maka basket-basket tersebut ditata menurut jenis daging dan diberi es curai untuk mempertahankan dan menjaga   rantai dingin. Kegiatan ini dilakukan secara cepat sehingga rantai dingin tetap terjaga. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwaningsih dkk (2005), bahwa proses penurunan mutu daging rajungan dapat dikurangi atau dicegah dengan cara mempercepat proses pengolahan.
5.1.3      Sortasi
Pada tahapan sortasi ini, daging dibersihkan dari shell (sisa cangkang) bagian dari tubuh rajungan yang bukan berupa daging rajungan yang biasanya dapat berupa semut dan lain-lain. Tujuan dari dilakukannya sortasi ini sama halnya dengan pendapat Badan Standardisasi Nasional (2002), yaitu bertujuan untuk memilih daging rajungan sesuai jenis dan bebas dari filth, kontaminasi dan absorbsi air. Kegiatan sortasi ini dilakukan secara manual dengan alat bantu pinset untuk memudahkan dalam pengambilan shell, bahan baku diletakkan diatas nampan yang sudah diberi es curai untuk menjaga agar keadaan bahan baku tetap dingin. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kinerja mikroba dengan penerapan rantai dinging.   
Proses sortasi dilakukan dua kali, sortasi yang pertama dilakukan oleh tenaga kerja borongan dan dilakukan secara cepat. Untuk selanjutnya daging rajungan disortasi kembali oleh checker yang mana jika daging yang telah disortasi masih terdapat banyak shell didalamnya maka disortasi kembali oleh tenaga kerja borongan. Pada saat sortasi, suhu daging rajungan maksimal mencapai 80C, hal ini tidak sesuai dengan Badan Standardisasi Nasional (2002), mengenai tahapan sortasi suhu maksimal 50C. Oleh karena itu perusahaan mengantisipasi kenaikan suhu daging rajungan pada saat sortasi dengan cara mensortasi daging rajungan di nampan dengan lapisan es di bawahnya. Proses sortasi dapat dilihat pada Gambar 9.
Jpg(450)
                               Sumber : Data Primer (2011)
Gambar 9. Proses sortasi daging rajungan
5.1.4      Pencampuran (Mixing)
Mixing merupakan pencampuran daging dari beberapa supplier yang berbeda. Tahapan mixing ini bertujuan untuk meratakan mutu daging rajungan sehingga didapatkan mutu dari produk akhir yang seragam dan homogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Akhmadi (2006), bahwa mixing merupakan pencampuran daging rajungan dari satu pemasok dengan daging rajungan dari pemasok lain untuk memperoleh kualitas daging yang baik. Proses ini dilakukan oleh QC dengan menggunakan bak yang telah dilapisi es bagian dalamnya dan pencampuran dilakukan secara manual dengan menggunakan sarung tangan serta satu persatu toples dibuka dan diamati warna daging dan bau. Untuk mempertahankan mutu daging yang di mixing, menggunakan alas yang digunakan adalah meja yang sudah diberikan es curai.
5.1.5      Pengisian dalam kaleng (filling)
            Daging yang telah mengalami pencampuran kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaleng. Kaleng yang digunakan merupakan kaleng yang sudah berlabel. Label yang terdapat pada kaleng terbuat dari cat dan penggunaan sketsa label merupakan kesepakatan perusahaan dengan buyer.
             Sebelum dilakukan pengisian, kaleng terlebih dahulu diberi larutan SAPP (sodium acid pyrophosphate) sebanyak 6 ml yang berfungsi untuk mempertahankan warna daging rajungan. Setelah itu dilakukan penimbangan untuk mencapai berat 1 lb atau 16 oz yang sebanding dengan 454 gram. SAPP atau disodium pyrophosphate merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam proses pengalengan daging rajungan. SAPP merupakan bahan tambahan pangan yang berwujud bubuk berwarna putih, licin dan larut dalam air. Pemakaian bahan tambahan ini merupakan bahan tambahan pangan yang telah diizinkan pemakaiannya berdasarkan peraturan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan.
             SAPP memiliki dua fungsi sebagai bahan tambahan pangan. Fungsi SAPP yang pertama sebagai sequestrant yaitu phospat pada SAPP memiliki kemampuan untuk mengkelat logam Cu dan Fe pada lapisan kaleng. Kemampuan mengkelat ini dapat mencegah terjadinya reaksi Cu dan Fe yang terdapat pada lapisan kaleng dengan lemak pada daging rajungan. Cu dan Fe yang terdapat pada lapisan kaleng dapat sebagai katalis oksidasi lemak pada daging rajungan sehingga dapat mengkompleks dan merubah warna daging menjadi biru atau biasa disebut dengan bluing. Fungsi SAPP yang kedua yaitu mencegah terjadinya pembentukan struvites. Struvites adalah rasa seperti berpasir yang terkadang dapat dirasakan pada daging rajungan. Hal ini disebabkan oleh komponen magnesium pada daging rajungan yang dapat mengkristal. Kristal yang tebentuk disebabkan oleh perlakuan panas yang tinggi pada saat proses pasteurisasi. SAPP dapat mengkompleks magnesium dan mencegah terjadinya pembentukan kristal-kristal yang menyebabkan struvites (Akhmadi, 2006).
            Pada filling ini juga dilakukan penataan bentuk daging di dalam kaleng supaya terlihat rapi dan menarik ketika konsumen membuka kemasannya. Pengisian dalam kaleng ini dilakukan secara cepat dan terhindar dari kontaminasi. Hal ini sesuai dengan Badan Standardisasi Nasional (2002), bahwa pengisian daging ke dalam kaleng harus dilakukan dengan cepat, cermat & saniter. Setelah daging tertata rapi lalu ditambahkan larutan SAPP untuk kedua kalinya. Penambahan larutan SAPP yang kedua ini dimaksudkan untuk meratakan larutan tersebut keseluruh isi kaleng. Setelah daging telah terisi penuh sesuai dengan standar perusahaan, maka dilakukan penimbangan akhir. Penimbangan akhir dilakukan untuk menentukan berat bersih dari produk sebelum dilakukan penutupan kaleng.
            Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Untuk menyesuaikan netto sebanyak 454 g, maka pertama kali timbangan distandartkan dengan mengambil salah satu sample kaleng yang akan diisi dengan buyer yang sama.



5.1.6      Penutupan kaleng
Proses penutupan kaleng menggunakan mesin double seaming yang bekerja secara semi otomatis, Grease (Gemuk) yang digunakan pada mesin ini adalah termasuk food grade sehingga aman untuk digunakan. Penerapan dalam penutupan kaleng ini sesuai dengan Badan Standardisasi Nasional (2002), bahwa bahan pelumas yang digunakan pada mesin penutup kaleng harus menggunakan bahan pelumas yang ”food grade” yaitu bahan harus dilakukan dengan hati-hati dan secara berkala dilakukan pemeriksaan terhadap lipatan kaleng.
5.1.7      Pengkodean (coding)
Coding adalah tahapan pemberian kode pada kaleng yang telah diseaming. Pemberian kode dilakukan secara otomatis dengan menggunakan mesin inkject print. Kode produksi diberikan untuk mengetahui tanggal pembuatan maupun tanggal kadaluarsa. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Annonymous, bahwa dari tanggal produksi dapat diketahui tanggal kadaluarsa, dimana waktunya dihitung sejak waktu produksi. Kode-kode yang diberikan pada kaleng berbeda-beda sesuai dengan merk brandnya. Bentuk kode yang terdapat di bagian bawah kaleng dapat dilihat pada Tabel 4.
5.1.8      Pasteurisasi
            Pasteurisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan di dalam tangki pemanas dengan menggunakan suhu 187o F (71,90C) selama 140 menit dengan tujuan menonaktifkan bakteri tahan panas dan tidak membentuk spora, yaitu Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella burnetti yang terdapat dalam kaleng yang berisi daging rajungan. Dengan penggunaan suhu dan waktu tersebut diharapkan daging rajungan kaleng memiliki daya tahan 14 bulan dan kandungan-kandungan gizi pada daging rajungan tidak banyak mengalami denaturisasi atau kerusakan nilai gizi daging rajungan. Pasteurisasi dilakukan dengan cara kaleng yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam batch atau keranjang pasteurisasi. Penggunaan suhu dan waktu yang digunakan dalam proses pasteurisasi sesuai dengan Badan Standardisasi Nasional (2002) bahwa suhu dalam wadah perebusan 1800F – 1900F selama 115 – 180 menit.
Memulai proses pasteurisasi QC pasteurisasi mengadakan pengecekan terhadap tangki, boiler dan mesin pencatat suhu. Setelah itu tangki diisi dengan air dan dipanaskan dengan menggunakan boiler hingga mencapai suhu 186oF.
             Setiap batch dapat menampung 72 can dan tiap tangki dapat memuat 6 batch. Proses pasteurisasi merupakan proses yang vital karena dapat terjadi under cooking atau over cooking. Suhu air dan daging dalam kaleng selalu dikontrol secara otomatis dengan menggunakan thermostat untuk mengukur suhu air dan thermocouple yang dihubungkan dengan kawat logam yang telah dipasang pada kaleng yang dijadikan sampel. Produk sampel yang digunakan ada tiga bagian tempat yaitu bagian bawah, tengah dan atas pasteurisasi.
            Apabila suhu air telah mencapai 186oF (86oC) maka produk yang telah diisi dalam keranjang langsung dinaikkan kedalam tank. Proses perebusan suhu dan waktu pasteurisasi selalu dicek setiap 5 menit.
  Kaleng yang telah ditutup kemudian direbus dalam wadah  perebusan (tank atau bak yang terbuat dari stainless steel dengan ukuran ± 8 x 1 x 1 m) tank ini berisi 6 keranjang besi dengan ukuran 62 cm x 50 cm x 50 cm. Antara susunan kaleng yang satu dengan yang lainnya diberi perantara dari jenis plastik anti panas yang telah diberi lubang kecil pada bagian tengahnya. Kaleng yang sudah penuh ± 72 kaleng dibagian atasnya diberi pemberat yang terbuat dari besi dengan berat kurang lebih 1,5 kg dan ukurannya 50 x 39 x 1 cm. Pada setiap keranjang diberikan label waktu pasteurisasi dan waktu pendinginan. Proses pasteurisi dilakukan pada tengang suhu antara 185.50F – 1870F selama 140 menit.
5.1.9      Pendinginan (chilling)
Chilling adalah tahapan pendinginan setelah proses pasteurisasi. Chilling dilakukan pada tangki pendingin yang secara fisik sama dengan tangki pasteurisasi. Proses chilling dilakukan dengan cara memasukkan es curai pada tangki sampai 1/3 bagian tangki kemudian batch berisi kaleng-kaleng setelah proses pasteurisasi dimasukkan dan bagian paling atas adalah es curai. Kemudian dialiri air sampai bibir tangki. Proses Chilling dilakukan selama 120 menit dengan suhu 32o F. Chilling dilakukan dengan cepat untuk menghindari over cooking dan menonaktifkan tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme pembusuk dan bakteri patogen yang kuat akan panas dari pasteurisasi.
Proses chilling ini memiliki persamaan pendapat dengan Adawyah (2007), bahwa wadah segera didinginkan setelah proses Pasteurisasi selesai, dengan tujuan untuk memperoleh keseragaman waktu dan suhu dalam proses dan untuk mempertahankan mutu produk akhir, mencegah terjadinya over cooking. Selain













Tabel 3 : Bentuk pengkodean di balik kaleng.
Brand
Coding
  1. Pacivic Cove
  2. Little River
  3. Andalas
  4. Methomkin

Tahun Pembuatan
A 02 01 04 02 11









Tahun EXP (1th dari produksi)
USE BY : 07 02 11




Heron Point

Kode Wilayah
15 10 024 01 01 1









Best Used By
  07/24/2011

Tahun EXP (1th dari produksi)


Tanggal EXP (sama dengan tangg produksi)


Bulan EXP (15 bulan dari produksi)
Sumber : Data Primer, 2011

5.1.10   Pengepakan dan labelling
   Packing merupakan tahapan pengemasan kaleng setelah dilakukan proses pasteurisasi dan chillingSedangkan labelling adalah pemberian label pada master karton sesuai dengan informasi pada kaleng yang akan dikemas. Pengemasan dilakukan dengan cara menata satu per satu kaleng yang sebelumnya telah dibersihkan dari es curai. Setiap master karton berisi 12 can. Pemasukan kaleng ke dalam master karton disesuaikan dengan kode informasi yang tertera pada label kaleng.
Pemberian label ini sesuai dengan isi dalam kaleng sehingga perlakuan ini memiliki persamaan dengan pernyataan Badan Standardisasi Nasional (2002), bahwa setiap produk daging rajungan kaleng sacara pasteurisasi yang diperdagangkan harus diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan importir serta memberi keterangan untuk jenis produk, berat jenis, produk, nama dan alamat unit pengolahan atau dealer serta negara dimana produk ini berasal, bila ada bahan tambahan lain harus diberi keterangan bahan tersebut, kadaluwarsa dan hal lain yang dipersyaratkan.
5.1.11   Penyimpanan

Setelah seluruh produk dipacking dan diberi label, kemudian disimpan di dalam cold storage dengan suhu berkisar antara 0o C sampai 1o C. Hal ini  bertujuan agar penerapan cold chain atau rantai dingin tidak terputus sehingga dapat menjaga kualitas dan mutu produk dalam menunggu waktu untuk diekspor. Penerapan rantai dingin ini sesuai dengan Badan Standardisasi Nasional (2002), bahwa dalam penyimpanan daging rajungan dalam kaleng secara pasteurisasi harus dalam gudang basah (chilling room) dengan suhu produk maksimal 50C dengan fluktuasi suhu ± 20C.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar